Di Tengah Sorotan Kinerja, DPR Sahkan Kenaikan Tunjangan Anggota



Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia secara resmi mengesahkan usulan penyesuaian komponen pendapatan bagi para anggotanya dalam Rapat Paripurna yang digelar di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada hari Kamis, 21 Agustus 2025. Keputusan ini diambil melalui mekanisme voting mayoritas setelah perdebatan yang cukup alot dari beberapa fraksi.

Kenaikan ini tidak menyentuh gaji pokok, melainkan berfokus pada beberapa pos tunjangan, termasuk Tunjangan Komunikasi Intensif dan Tunjangan Peningkatan Fungsi Pengawasan dan Anggaran. Total kenaikan pendapatan yang akan diterima setiap anggota diperkirakan mencapai 20-25% dari total pendapatan bulanan mereka saat ini.

Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI, Agung Budi Santoso (nama fiktif), dalam konferensi pers setelah rapat menyatakan bahwa penyesuaian ini mendesak untuk dilakukan. Menurutnya, komponen pendapatan anggota DPR belum mengalami perubahan signifikan selama hampir satu dekade, sementara laju inflasi dan kompleksitas tantangan kerja terus meningkat.

"Ini bukan soal menaikkan gaji untuk kemewahan," ujar Agung. "Ini adalah upaya menjaga martabat dan mendukung kinerja lembaga. Anggota dewan memiliki mobilitas tinggi, harus menyerap aspirasi di daerah pemilihan yang luas, dan menghadapi tuntutan kerja yang semakin kompleks. Penyesuaian ini adalah investasi untuk peningkatan kualitas kerja legislasi, pengawasan, dan anggaran demi rakyat."

Agung menambahkan bahwa dengan pendapatan yang lebih layak, integritas para wakil rakyat diharapkan dapat lebih terjaga, sehingga meminimalisir potensi praktik korupsi dan gratifikasi. "Kita ingin anggota dewan fokus bekerja untuk rakyat tanpa perlu khawatir dengan biaya operasional yang terus meningkat setiap tahunnya," tegasnya.

Gelombang Kritik dari Publik dan Akademisi

Namun, keputusan ini sontak menuai gelombang kritik tajam dari berbagai elemen masyarakat. Di media sosial, tagar seperti #DPRMintaNaikGajiLagi dan #PrioritasWakilRakyat menjadi trending topic sejak pengesahan usulan tersebut diumumkan. Banyak warganet membandingkan kenaikan pendapatan anggota dewan dengan kondisi ekonomi masyarakat umum yang masih berjuang menghadapi kenaikan harga kebutuhan pokok dan tantangan lapangan kerja.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus, menyayangkan waktu pengambilan keputusan ini. Menurutnya, DPR seharusnya lebih peka terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat.

"Publik belum melihat adanya korelasi positif antara kenaikan pendapatan dengan peningkatan kinerja DPR. Fungsi legislasi, misalnya, masih seringkali tidak mencapai target Prolegnas (Program Legislasi Nasional). Fungsi pengawasan juga dirasa belum cukup tajam dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat," ungkap Lucius saat dihubungi via telepon.

Lucius berpendapat bahwa DPR seharusnya fokus memperbaiki citra dan kinerjanya terlebih dahulu sebelum mengajukan kenaikan pendapatan. "Tunjukkan dulu hasil kerjanya, baru bicara soal kesejahteraan. Jangan sampai publik merasa bahwa wakil mereka di Senayan lebih sibuk mengurus perut sendiri ketimbang mengurus nasib rakyat yang diwakilinya," tambahnya.

Pandangan serupa juga datang dari pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Wawan Mas'udi. Menurut Wawan, argumen bahwa kenaikan gaji dapat menekan angka korupsi tidak sepenuhnya terbukti secara empiris.

"Korupsi adalah masalah integritas dan sistem. Menaikkan gaji tanpa dibarengi dengan reformasi sistem pengawasan internal yang ketat dan penegakan hukum yang tanpa pandang bulu hanya akan menjadi solusi semu," jelasnya. "Yang lebih mendesak adalah membangun mekanisme reward and punishment yang berbasis pada kinerja terukur. Anggota yang produktif dan berintegritas layak diapresiasi, sementara yang malas atau melanggar aturan harus diberi sanksi tegas."

Rincian dan Mekanisme Lanjutan

Berdasarkan draf usulan yang beredar, kenaikan terbesar akan terjadi pada Tunjangan Komunikasi Intensif, yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan komunikasi anggota dengan konstituennya. Selain itu, Tunjangan Peningkatan Fungsi Pengawasan juga dinaikkan dengan alasan perlunya dana lebih besar untuk melakukan kunjungan kerja dan rapat dengar pendapat yang lebih efektif.

Setelah disahkan di Rapat Paripurna, usulan ini akan diajukan kepada pemerintah untuk dibahas lebih lanjut dan dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) sebagai landasan hukumnya. Proses ini diperkirakan akan memakan waktu beberapa bulan ke depan.

Di tengah pro dan kontra yang memanas, publik kini menanti sikap pemerintah terkait usulan ini. Apakah pemerintah akan menyetujui permintaan DPR di tengah tantangan fiskal dan sorotan publik, atau akan menundanya demi menjaga stabilitas sosial dan kepercayaan rakyat. Keputusan ini akan menjadi ujian nyata bagi komitmen pemerintah dan DPR dalam menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya.


Admin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama