JAKARTA – Jagat media sosial dihebohkan oleh potongan video yang menyebut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan guru sebagai "beban negara". Kutipan tersebut memicu polemik dan reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama para tenaga pendidik. Namun, setelah ditelusuri, pernyataan tersebut ternyata telah dipotong dari konteks utuhnya.
Pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) segera memberikan klarifikasi untuk meluruskan kesalahpahaman yang beredar luas. Juru Bicara Kementerian Keuangan menyatakan bahwa Menkeu tidak pernah sekalipun bermaksud merendahkan martabat profesi guru yang sangat terhormat.
"Konteks pernyataan Ibu Menteri saat itu adalah dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, di mana beliau sedang memaparkan alokasi dan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), khususnya terkait dana pendidikan," jelas pihak Kemenkeu dalam keterangan resminya, Kamis (21/8/2025).
Dalam rapat tersebut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa porsi terbesar dari 20% anggaran pendidikan yang diamanatkan konstitusi dialokasikan untuk pembayaran gaji dan tunjangan profesi guru (TPG) yang ditransfer ke daerah. Istilah "beban" yang digunakan merujuk pada beban fiskal atau kewajiban anggaran yang harus dipenuhi oleh negara, bukan beban dalam artian negatif yang menyasar individu atau profesi.
"Itu adalah terminologi teknis dalam penganggaran. Artinya, negara memiliki kewajiban besar untuk memastikan kesejahteraan guru terjamin melalui APBN. Justru ini menunjukkan komitmen penuh pemerintah terhadap para pendidik," tambah keterangan tersebut.
Meski demikian, kutipan yang terlanjur viral itu menuai respons dari berbagai organisasi profesi guru. Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyatakan keterkejutannya saat pertama kali mendengar kabar tersebut. Ia mengimbau para guru untuk tidak mudah terprovokasi dan selalu memeriksa informasi secara utuh.
"Kami menyayangkan adanya pihak-pihak yang memotong pernyataan penting lalu menyebarkannya untuk tujuan yang tidak baik. Profesi guru adalah pilar bangsa, bukan beban," ujarnya.
Pengamat kebijakan publik, Andi Rahman, menilai insiden ini menjadi pelajaran penting bagi pejabat publik untuk lebih berhati-hati dalam memilih diksi, terutama saat membahas isu sensitif seperti pendidikan dan kesejahteraan guru.
"Di era digital, setiap ucapan bisa dengan mudah dipelintir. Namun, publik juga perlu lebih bijak dan tidak langsung menyimpulkan sesuatu dari informasi yang sepotong-sepotong," kata Andi.
Klarifikasi dari Kementerian Keuangan diharapkan dapat mengakhiri polemik ini. Pemerintah menegaskan bahwa guru merupakan elemen sentral dalam pembangunan sumber daya manusia unggul dan akan terus menjadi prioritas utama dalam kebijakan anggaran negara.