Lingkaran Korupsi Rel Kereta: KPK Cecar Bupati Pati, Aliran Dana Proyek DJKA dan Surat Dukungan Warga Jadi Sorotan

Jakarta – Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadi panggung drama pengungkapan salah satu skandal korupsi terbesar di sektor infrastruktur. Pada Rabu, 27 Agustus 2025, Bupati Pati, Sudewo, akhirnya memenuhi panggilan penyidik lembaga antirasuah untuk menjalani pemeriksaan intensif. Kehadirannya, yang telah dinanti-nantikan publik, menandai babak baru dalam upaya KPK membongkar gurita korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan, sebuah kasus yang telah menjerat sejumlah pejabat tinggi dan pengusaha.

Sudewo, yang tiba di markas KPK sekitar pukul 10.00 WIB dengan mengenakan kemeja batik, tidak banyak bicara kepada awak media yang telah menunggunya. Ia hanya melemparkan senyum singkat seraya berjalan cepat memasuki lobi gedung. Namun, di balik ketenangannya, ada badai hukum yang siap menerpanya. Pemeriksaan yang berlangsung selama hampir delapan jam itu diyakini fokus untuk mendalami dugaan aliran dana haram terkait proyek-proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api yang melintasi wilayah Kabupaten Pati.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, dalam keterangan resminya, membenarkan bahwa pemeriksaan terhadap Sudewo adalah untuk mengonfirmasi dan mengklarifikasi berbagai temuan baru yang dimiliki tim penyidik. "Penyidik mendalami pengetahuan saksi (Sudewo) mengenai proses penganggaran, pelaksanaan, hingga dugaan adanya aliran sejumlah uang kepada pihak-pihak tertentu terkait proyek DJKA di wilayahnya," ujar Ali. "Kami ingin memetakan secara utuh bagaimana modus korupsi ini bekerja, dari level pusat hingga ke daerah."

Kasus korupsi DJKA sendiri merupakan skandal mega yang terungkap sejak tahun lalu melalui serangkaian Operasi Tangkap Tangan (OTT). Modus operandinya diduga melibatkan pengaturan pemenang lelang, suap untuk mendapatkan proyek, hingga mark-up anggaran yang merugikan negara triliunan rupiah. Keterlibatan kepala daerah seperti Sudewo menjadi krusial untuk dibuktikan, karena mereka diduga berperan sebagai "pelumas" yang memuluskan jalannya proyek di tingkat lokal, baik dalam hal perizinan, pembebasan lahan, maupun pengawasan.

Selama pemeriksaan, Sudewo diduga dicecar dengan puluhan pertanyaan seputar komunikasinya dengan para pejabat DJKA yang telah menjadi tersangka, serta dengan pihak swasta pemenang tender proyek. Penyidik diyakini memiliki bukti-bukti awal, seperti rekaman percakapan dan data transaksi keuangan, yang mengindikasikan adanya pertemuan-pertemuan dan kesepakatan di luar prosedur resmi. Meskipun usai diperiksa Sudewo masih berstatus sebagai saksi, sumber internal menyebutkan bahwa kemungkinan peningkatan status hukumnya sangat terbuka, tergantung pada hasil pengembangan penyidikan lebih lanjut.

"Saya hanya menjawab apa yang ditanyakan penyidik. Semua sudah saya jelaskan dengan sejujur-jujurnya," kata Sudewo singkat saat keluar dari gedung KPK pada sore harinya, sebelum bergegas masuk ke dalam mobilnya.

Namun, ada sebuah fenomena menarik yang mengiringi proses hukum ini. Di tengah gencarnya pemberitaan mengenai dugaan keterlibatan Sudewo, KPK justru menerima ratusan surat dari kelompok masyarakat yang mengatasnamakan warga Pati. Surat-surat tersebut, secara mengejutkan, berisi dukungan kepada KPK untuk terus mengusut tuntas kasus ini tanpa pandang bulu. Fenomena ini cukup anomali, mengingat dalam banyak kasus korupsi yang menjerat kepala daerah, seringkali muncul gelombang massa pendukung yang justru menentang proses hukum.

"Hingga hari ini, kami telah menerima lebih dari 350 pucuk surat dari masyarakat Pati. Isinya beragam, namun intinya sama: mereka mendukung penuh langkah KPK dan meminta agar keadilan ditegakkan. Ini adalah energi positif bagi kami," ungkap Ali Fikri.

Dukungan dari warga ini menjadi tamparan keras bagi citra Sudewo dan pemerintahannya. Ini mengindikasikan adanya rasa ketidakpercayaan dan kekecewaan yang mendalam dari sebagian masyarakat terhadap kepemimpinan di daerahnya. Seorang aktivis antikorupsi lokal di Pati, yang enggan disebutkan namanya, menuturkan bahwa isu-isu terkait proyek infrastruktur di Pati memang sudah lama menjadi buah bibir. "Banyak proyek yang kualitasnya dipertanyakan. Warga melihat ada kemewahan yang ditampilkan oleh pejabat, yang tidak sebanding dengan kondisi riil masyarakat. Jadi, ketika KPK masuk, itu seperti membuka kotak pandora yang sudah lama kami curigai," tuturnya.

Pemeriksaan Bupati Pati ini diperkirakan akan membuka pintu bagi pemanggilan saksi-saksi kunci lainnya, termasuk para pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pati, anggota DPRD, serta pengusaha-pengusaha lokal yang terafiliasi dengan proyek tersebut. KPK tampaknya tidak ingin berhenti pada aktor-aktor di level pusat, tetapi bertekad untuk memotong mata rantai korupsi hingga ke akarnya di daerah. Kasus ini menjadi pengingat pahit bahwa desentralisasi kekuasaan, jika tidak diimbangi dengan pengawasan yang ketat dan integritas yang tinggi, dapat menciptakan raja-raja kecil yang menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri dan kelompoknya, dengan mengorbankan kualitas layanan publik dan uang rakyat. Mata publik kini tertuju pada keberanian KPK untuk terus melangkah, mengurai benang kusut korupsi perkeretaapian yang telah menggurita.

Admin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama