Penegakan Hukum: OTT KPK di Sektor Minerba Ungkap Gurita Korupsi di Balik Ambisi Hilirisasi Nikel



Jakarta – Di tengah malam yang sunyi pada Senin (25/8), saat sebagian besar ibu kota terlelap, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bergerak dalam senyap. Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang telah direncanakan selama berbulan-bulan itu mencapai puncaknya di lobi sebuah hotel bintang lima di kawasan bisnis Sudirman, Jakarta. Hasilnya, seorang pejabat eselon II berinisial "HS" dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diamankan bersama tiga petinggi perusahaan tambang swasta. Penangkapan ini, yang disertai dengan barang bukti uang tunai miliaran rupiah, membuka kotak pandora yang mengungkap sisi gelap di balik program hilirisasi nikel yang selama ini dibanggakan pemerintah.

Konferensi pers yang digelar KPK pada Selasa pagi dipenuhi oleh puluhan awak media. Ketua Sementara KPK, Nawawi Pomolango, dengan wajah tegas, membeberkan kronologi awal. "Setelah melalui proses pengintaian dan penyadapan yang intensif, tim kami di lapangan berhasil mengamankan empat orang yang diduga kuat sedang melakukan transaksi suap terkait percepatan dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk komoditas nikel di salah satu blok paling prospektif di Sulawesi Tenggara," jelas Nawawi. Ia menunjukkan sebuah koper hitam yang berisi tumpukan uang dalam pecahan dolar Singapura dan dolar AS, yang setelah dihitung setara dengan Rp 2,8 miliar. "Ini kami duga hanyalah sebagian kecil dari total komitmen fee yang telah disepakati. Tim kami masih bekerja untuk menelusuri aliran dana dan keterlibatan pihak-pihak lain." KPK memiliki waktu 1x24 jam untuk menaikkan status hukum para terperiksa menjadi tersangka.

Bocoran informasi dari sumber internal KPK yang dapat dipercaya melukiskan gambaran yang lebih besar. Penyelidikan kasus ini bermula dari laporan masyarakat mengenai adanya praktik "jual-beli" izin dan rekomendasi teknis di lingkungan Ditjen Minerba. Pejabat "HS" diduga merupakan pemain kunci yang memiliki kewenangan untuk memaraf atau menolak berkas permohonan IUP. Ia diduga mematok tarif tertentu, yang dihitung berdasarkan luas konsesi dan potensi cadangan nikel, bagi perusahaan yang ingin melewati antrean panjang dan kerumitan birokrasi. Konsorsium swasta yang ditangkap bersamanya diduga kuat telah menjanjikan total suap hingga belasan miliar rupiah untuk mengamankan IUP di wilayah yang cadangan nikel kadar tingginya sangat vital untuk industri baterai kendaraan listrik. Kasus ini menjadi ironi yang menyakitkan: di saat pemerintah berpidato di forum-forum internasional tentang komitmen Indonesia menjadi raja baterai dunia, di saat yang sama para pejabatnya justru memperdagangkan aset strategis negara untuk keuntungan pribadi.

OTT ini menjadi tamparan keras bagi Kementerian ESDM dan citra pemerintah secara keseluruhan. Menteri ESDM, Arifin Tasrif, yang tampak terkejut, segera mengeluarkan pernyataan. "Saya sangat prihatin dan kecewa. Ini mencederai semangat reformasi birokrasi yang sedang kami jalankan. Kami mendukung 100% proses hukum di KPK dan tidak akan memberikan toleransi sedikit pun," tegas Arifin. Ia segera memerintahkan Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM untuk melakukan audit internal menyeluruh terhadap seluruh proses perizinan yang pernah ditangani oleh "HS" dan pejabat lain di sekelilingnya. "Kami akan bersikap kooperatif dan membuka semua data yang dibutuhkan oleh penyidik KPK."

Namun, bagi para aktivis anti-korupsi, penangkapan ini barulah awal dari sebuah pertarungan panjang. Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mendesak KPK untuk tidak berhenti pada level pejabat eselon II. "OTT ini harus menjadi pintu masuk untuk membongkar apa yang kami sebut sebagai 'mafia tambang'. Praktik lancung ini tidak mungkin dilakukan sendirian. KPK harus berani mengusut aliran dana ke atas, apakah ada keterlibatan pejabat yang lebih tinggi, atau bahkan ke kantong-kantong partai politik melalui donasi ilegal," ujar Kurnia. Ia menyoroti bahwa sektor sumber daya alam, dengan nilai ekonomi yang gigantik dan regulasi yang kompleks, selalu menjadi lahan basah korupsi sistemik. Publik kini menaruh harapan besar di pundak KPK. Apakah komisi anti-rasuah ini mampu membongkar gurita korupsi hingga ke akarnya, ataukah kasus ini akan berakhir seperti banyak kasus lainnya, hanya menjerat para pelaku lapangan sementara para aktor intelektualnya tetap tak tersentuh, tertawa di balik layar kekuasaan.


Admin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama