Puing-Puing Amarah di Kota Pahlawan - Kamera Merekam Wajah Grahadi dan Polsek Tegalsari Pasca-Kerusuhan


Surabaya, Kota Pahlawan, yang dikenal dengan semangat juangnya yang membara, akhir pekan ini menunjukkan sisa-sisa pertempuran dari jenis yang berbeda. Bukan melawan penjajah, melainkan pertempuran yang lahir dari amarah dan kekecewaan warganya sendiri. Setelah semalam suntuk dilanda kerusuhan yang merupakan imbas dari gejolak di Jakarta, pagi hari menyingkapkan pemandangan yang memilukan di jantung kota: puing-puing amarah berserakan di depan simbol-simbol pemerintahan dan hukum.

Video-video amatir yang direkam warga dan dengan cepat menjadi viral di media sosial menjadi saksi bisu betapa mencekamnya malam itu. Fokus utama sorotan media kini tertuju pada dua lokasi ikonik: Gedung Negara Grahadi dan Markas Polsek Tegalsari. Kedua tempat ini menjadi kanvas bagi luapan emosi massa yang tak terkendali.

Di Grahadi, kediaman resmi Gubernur Jawa Timur, pagar putih yang kokoh dan anggun kini tampak compang-camping. Beberapa bagiannya roboh, seolah tak kuasa menahan gempuran ribuan orang. Taman-taman yang tertata rapi di depannya kini luluh lantak, terinjak-injak dan dipenuhi sampah sisa demonstrasi—botol air mineral, bungkus makanan, batu-batu berbagai ukuran, dan potongan-potongan kayu. Dinding depan gedung yang bersejarah itu penuh dengan coretan cat semprot berisi hujatan dan makian yang ditujukan kepada pemerintah.

"Saya lewat sini tadi malam sekitar jam sembilan, suasananya sudah sangat panas," tutur Budi, seorang pengemudi ojek online yang kebetulan melintas. "Ribuan orang berteriak-teriak. Polisi mencoba menahan, tapi jumlahnya tidak sebanding. Tiba-tiba ada yang mulai melempar, dan semuanya jadi kacau. Saya langsung putar balik, tidak berani mendekat."

Kondisi yang tak kalah parah terlihat di Polsek Tegalsari. Kantor polisi yang seharusnya menjadi simbol keamanan dan ketertiban, justru menjadi sasaran empuk amuk massa. Kaca-kaca jendela di lantai satu pecah seluruhnya, menyisakan lubang-lubang menganga. Papan nama kantor polisi itu hangus di beberapa bagian, bekas lemparan bom molotov. Beberapa motor sitaan yang diparkir di halaman depan dilaporkan ikut menjadi korban, dibakar hingga hanya menyisakan kerangkanya yang menghitam.

Pagi harinya, garis polisi membentang di sekeliling dua lokasi tersebut. Petugas kebersihan dari Pemerintah Kota Surabaya bekerja ekstra keras untuk membersihkan sisa-sisa kekacauan di jalanan. Namun, membersihkan puing-puing fisik jauh lebih mudah daripada memulihkan luka psikologis dan rasa aman warga kota.

Kerusuhan di Surabaya ini juga menyasar fasilitas umum lainnya. Sejumlah halte bus Suroboyo Bus dan pos polisi di beberapa persimpangan jalan utama juga dilaporkan mengalami kerusakan. Vandalisme menjadi pemandangan umum di sepanjang jalan-jalan protokol yang dilalui massa.

Wali Kota Surabaya, dalam konferensi pers daruratnya, menyatakan keprihatinan yang mendalam. "Menyampaikan aspirasi adalah hak setiap warga negara yang dilindungi konstitusi. Namun, jika itu dilakukan dengan cara-cara merusak fasilitas umum yang kita bangun bersama dengan uang rakyat, itu sangat kami sesalkan," ujarnya dengan raut wajah lelah. Ia berjanji akan segera memperbaiki semua kerusakan dan mengimbau warga untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi.

Di sisi lain, kerusuhan ini memicu perdebatan sengit di antara warga Surabaya sendiri. Banyak yang mengecam tindakan anarkis tersebut, menganggapnya telah mencoreng citra Surabaya sebagai kota yang tertib dan berbudaya. "Apa salahnya Grahadi? Apa salahnya halte bus? Itu kan milik kita semua. Kalau marah pada kebijakan pemerintah pusat, jangan lampiaskan ke kota kita sendiri," tulis seorang warga di sebuah grup Facebook komunitas Surabaya.

Namun, tidak sedikit pula yang mencoba memahami akar dari kemarahan tersebut, melihatnya sebagai puncak dari akumulasi kekecewaan yang sudah tak tertahankan. "Mungkin ini satu-satunya cara agar mereka didengar. Kalau demo baik-baik, apa pernah benar-benar ditanggapi serius?" balas pengguna lainnya.

Kini, Surabaya mencoba untuk bangkit. Jalanan mulai dibersihkan, lalu lintas mulai kembali normal. Namun, rekaman video dan foto-foto kondisi Grahadi serta Polsek Tegalsari pasca-kerusuhan akan selamanya menjadi pengingat yang kelam. Pengingat bahwa di bawah permukaan kota yang tenang dan dinamis, tersimpan bara api kekecewaan yang bisa meledak kapan saja jika tidak dikelola dengan bijaksana. Kota Pahlawan telah melewati satu malam yang panjang, dan kini tugas berat menanti untuk menyembuhkan luka-lukanya.

Admin

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama