Jakarta, Indonesia – Di tengah simpang siur informasi dan perang narasi antara aparat dan aktivis, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akhirnya mengambil sikap tegas dan konkret dalam merespons eskalasi kekerasan yang terjadi selama gelombang unjuk rasa nasional. Dalam sebuah konferensi pers yang digelar di kantornya pada Selasa, 2 September 2025, lembaga negara independen ini secara resmi mengumumkan pembentukan Tim Pemantauan dan Investigasi khusus untuk mengusut tuntas seluruh dugaan pelanggaran HAM yang terjadi. Langkah ini disambut baik oleh publik dan pegiat demokrasi sebagai sebuah harapan untuk hadirnya kebenaran dan keadilan yang objektif.
Pernyataan sikap Komnas HAM, yang dibacakan langsung oleh ketuanya, terdengar keras dan tanpa kompromi. Komisi menyatakan keprihatinan yang mendalam atas jatuhnya korban jiwa, luka-luka, penangkapan sewenang-wenang, serta penggunaan kekuatan yang dinilai eksesif oleh aparat keamanan di berbagai daerah. "Negara memiliki kewajiban untuk melindungi, menghormati, dan memenuhi hak asasi setiap warganya, termasuk hak untuk menyatakan pendapat secara damai. Penggunaan kekerasan yang melampaui batas adalah pengkhianatan terhadap kewajiban tersebut," tegas sang ketua.
Fokus utama dari tim investigasi yang baru dibentuk ini akan mencakup beberapa kasus yang menjadi sorotan utama publik. Pertama, dan yang paling mendesak, adalah kasus tewasnya pengemudi ojek online, Affan Kurniawan. Komnas HAM menyatakan akan melakukan penyelidikan independen, terpisah dari proses internal yang sedang berjalan di kepolisian, untuk memastikan semua fakta terungkap secara transparan. Tim akan mengumpulkan bukti-bukti dari lapangan, meminta keterangan dari saksi mata, dan menganalisis rekaman-rekaman video untuk merekonstruksi kejadian secara utuh. Tujuannya adalah untuk menentukan apakah ada unsur pelanggaran HAM berat dalam insiden tersebut.
Kedua, tim akan menginvestigasi insiden penembakan gas air mata di lingkungan kampus UNISBA dan UNPAS, Bandung. Komnas HAM akan mendalami apakah tindakan tersebut melanggar prinsip otonomi kampus dan apakah prosedur penggunaan gas air mata telah sesuai dengan standar operasional yang berlaku secara internasional. "Kampus adalah mimbar akademik yang harus dihormati. Menjadikannya sebagai sasaran tindakan represif adalah preseden buruk bagi kebebasan akademik dan demokrasi," ujar salah seorang komisioner.
Selain dua kasus besar tersebut, tim juga akan membuka posko pengaduan publik untuk mendata dan memverifikasi laporan-laporan mengenai korban luka lainnya, kasus salah tangkap, serta dugaan penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi selama proses penahanan para demonstran. Komnas HAM mengajak masyarakat, jurnalis, dan tim bantuan hukum untuk proaktif memberikan data dan bukti yang mereka miliki untuk memperkuat proses investigasi.
Langkah Komnas HAM ini dianggap sangat krusial karena beberapa alasan. Di tengah polarisasi dan ketidakpercayaan publik yang mendalam terhadap institusi negara lainnya, Komnas HAM diharapkan dapat berperan sebagai pihak ketiga yang netral dan kredibel. Hasil temuan mereka, yang nantinya akan dituangkan dalam bentuk laporan rekomendasi, diharapkan dapat menjadi dasar yang kuat untuk menuntut akuntabilitas dari para pejabat yang bertanggung jawab, baik di level lapangan maupun di level komando.
"Kami tidak akan berhenti pada sekadar mencari fakta. Tujuan akhir kami adalah memastikan adanya keadilan bagi korban dan adanya perubahan kebijakan agar peristiwa serupa tidak terulang kembali di masa depan," kata Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan. Rekomendasi tersebut nantinya akan diserahkan secara resmi kepada Presiden dan DPR RI, serta diumumkan secara terbuka kepada publik. Rekomendasi tersebut bisa berupa desakan untuk proses peradilan pidana, sanksi administratif bagi pejabat terkait, hingga usulan revisi terhadap peraturan-peraturan terkait pengendalian massa.
Tentu saja, jalan yang akan ditempuh oleh tim investigasi Komnas HAM tidak akan mudah. Mereka kemungkinan akan menghadapi berbagai tantangan, mulai dari kesulitan mengakses data resmi dari pihak aparat, potensi intimidasi terhadap saksi, hingga upaya-upaya delegitimasi terhadap kredibilitas lembaga itu sendiri. Namun, dukungan publik yang kuat menjadi modal sosial yang sangat berharga. Publik menaruh harapan besar di pundak lembaga ini untuk menjadi penjaga terakhir nurani bangsa di tengah situasi yang genting.
Pembentukan tim investigasi oleh Komnas HAM ini adalah sebuah pernyataan bahwa negara, melalui salah satu organnya, masih mencoba menjalankan fungsi kontrolnya. Ini adalah pertaruhan besar bagi Komnas HAM untuk membuktikan relevansi dan kekuatannya. Hasil kerja tim ini dalam beberapa minggu ke depan akan menjadi penentu, tidak hanya bagi nasib para korban yang mencari keadilan, tetapi juga bagi masa depan akuntabilitas dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Suara keras Komnas HAM telah terdengar, kini publik menanti tindakan nyata dan keberanian mereka untuk mengungkap kebenaran.