Jakarta, Indonesia – Di tengah eskalasi gelombang protes yang melanda berbagai daerah, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) membuat sebuah keputusan strategis yang mengejutkan banyak pihak. Rencana aksi besar-besaran bertajuk "Indonesia (C)emas Jilid II" yang sedianya digelar di Jakarta pada Selasa, 2 September 2025, secara resmi ditunda. Pengumuman ini sontak menimbulkan berbagai spekulasi, namun pihak BEM SI menegaskan bahwa ini bukanlah sebuah langkah mundur, melainkan sebuah jeda taktis untuk melakukan konsolidasi yang lebih matang dan memperkuat barisan gerakan di seluruh Indonesia.
Keputusan penundaan ini disampaikan melalui siaran pers resmi yang dirilis pada Senin malam, hanya beberapa jam sebelum aksi direncanakan berlangsung. Koordinator Pusat BEM SI, dalam pernyataannya, menjelaskan bahwa keputusan tersebut diambil setelah melalui proses evaluasi yang mendalam dan mempertimbangkan dinamika situasi terkini di lapangan. "Kami melihat ada potensi besar bahwa aksi akan ditunggangi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang ingin menciptakan kekacauan. Keselamatan massa aksi adalah prioritas utama kami," demikian bunyi salah satu poin dalam rilis tersebut.
Analisis ini bukan tanpa dasar. Dalam beberapa hari terakhir, tensi sosial dan politik memang terasa kian memanas. Berbagai informasi provokatif dan hoaks menyebar dengan cepat di aplikasi pesan instan dan media sosial, mengajak massa untuk melakukan tindakan anarkistis. BEM SI, sebagai salah satu motor utama gerakan mahasiswa, merasa perlu mengambil jarak dari potensi kekisruhan tersebut untuk menjaga kemurnian perjuangan dan narasi tuntutan yang mereka usung. Mereka khawatir, jika kericuhan terjadi, substansi dari 17+8 tuntutan rakyat yang telah mereka rumuskan dengan susah payah akan hilang, tergantikan oleh berita tentang kekerasan dan vandalisme.
Lebih dari sekadar menghindari potensi kericuhan, penundaan ini juga dibaca sebagai langkah cerdas untuk mengukur ulang strategi pergerakan. Aliansi menyadari bahwa untuk menghadapi struktur kekuasaan yang solid, diperlukan sebuah gerakan yang tidak hanya besar secara kuantitas, tetapi juga kuat secara kualitas dan terorganisir dengan rapi. Jeda waktu ini akan dimanfaatkan untuk memperkuat komunikasi dan koordinasi dengan simpul-simpul gerakan di berbagai daerah, mulai dari Aceh hingga Papua. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa ketika gerakan nasional kembali digelar, ia akan menjadi sebuah gelombang yang benar-benar serentak, solid, dan memiliki daya tekan politik yang jauh lebih besar.
"Ini adalah maraton, bukan sprint. Perjuangan ini akan panjang. Kami perlu memastikan setiap langkah kami diperhitungkan dengan matang," ujar seorang koordinator lapangan BEM SI dalam sebuah diskusi daring. Ia menambahkan bahwa konsolidasi tidak hanya akan dilakukan secara horizontal antar-BEM, tetapi juga secara vertikal, dengan merangkul lebih banyak elemen masyarakat sipil, seperti serikat buruh, kelompok tani, aktivis lingkungan, hingga komunitas-komunitas warga yang selama ini berjuang di tingkat akar rumput. Mereka ingin memastikan bahwa gerakan "Indonesia (C)emas" benar-benar menjadi representasi dari kegelisahan kolektif seluruh lapisan masyarakat.
Meskipun BEM SI secara resmi menunda aksi terpusat di Jakarta, semangat perlawanan di daerah ternyata tidak padam. Di berbagai kota, aksi-aksi lokal yang diinisiasi oleh aliansi BEM daerah atau kelompok masyarakat lainnya tetap berjalan sesuai rencana. Fenomena ini menunjukkan bahwa BEM SI mungkin bertindak sebagai lokomotif, namun gerbong-gerbong perlawanan di daerah kini telah memiliki mesinnya sendiri. Mereka bergerak atas dasar kesadaran dan urgensi lokal masing-masing, meskipun tetap terhubung oleh benang merah tuntutan nasional yang sama.
Keputusan BEM SI ini menuai beragam reaksi. Sebagian pihak mengapresiasinya sebagai langkah dewasa yang mengutamakan keselamatan dan kemurnian gerakan. Mereka menilai, menghindari jebakan kekerasan adalah pilihan yang bijak. Namun, tidak sedikit pula yang menyayangkannya, menganggap penundaan ini dapat sedikit menurunkan momentum yang sedang terbangun. "Harusnya momentum yang sedang panas ini dimanfaatkan semaksimal mungkin," cuit seorang warganet mengomentari berita penundaan tersebut.
Apapun perdebatannya, langkah taktis BEM SI ini telah membuka ruang untuk refleksi. Ia menjadi pengingat bahwa dalam sebuah pergerakan sosial yang kompleks, strategi dan kalkulasi politik sama pentingnya dengan semangat dan keberanian turun ke jalan. Aliansi ini sedang mencoba merumuskan sebuah formula baru perlawanan di era modern: bagaimana cara membangun tekanan politik yang efektif tanpa harus terjebak dalam siklus kekerasan yang kontra-produktif. Publik kini menanti, kapan "Jilid II" yang sesungguhnya akan digelar, dan seberapa besar gelombang yang akan dihasilkannya setelah proses konsolidasi ini selesai.